"Masa Depan NKRI & Pangeran Sabat"
Hari ini, 22 Agustus 2012.
Berdasarkan Kalender Liturgis Gereja Katolik Roma, setiap tanggal 22 Agustus,
dirayakan sebagai Hari Bunda Maria
menjadi RATU. Mudah-mudahan artikel seri-3 ini, yang saya tulis pada Hari Raya
Bunda Suci perawan Maria, diberkati Bunda Perawan Maria. Semoga…!!!
Salah satu referensi yang menjadi
dasar bagi saya untuk memastikan bahwa pada Pilpres 2009 tidak akan muncul Presiden
RI ke-7 dan juga referensi yang menjadi landasan bagi saya untuk memastikan siapa
Presiden RI ke-7, karena berdasarkan kisah aneh di bawah ini yang terjadi pada
tahun 1985 (27 tahun yang lalu). Saya
yakin di antara Anda yang membaca artikel ini, pada saat itu (tahun 1985) pasti
belum lahir. Saya sendiri saat itu baru mulai belajar bagaimana menggunakan “underwear” yang benar.
Pada tahun 1985, di Timor-Timur
santer beredar isu mengenai “penculikan
anak”. Konon anak-anak itu diculik untuk dipenggal kepalanya guna dijadikan
“tumbal” bagi pembangunan fondasi “Jembatan LOES” di Kabupaten Bobonaro (salah satu Kabupaten di
sebelah Barat Timor-Timur).
Banyak orang bercerita, bahwa
menurut para orang tua, konon, agar sebuah bangunan besar, misalnya gedung
bertingkat atau jembatan besar bisa berdiri kokoh dan bertahan lama,
membutuhkan “tumbal” berupa kepala anak-anak yang belum pernah berbuat berdosa,
yang harus dipenggal kepalanya dan kepala anak-anak itu dikubur di fondasi di
mana bangunan besar tersebut akan dibangun.
Pada 14 Agustus 1985, keluarga kami tinggal tepat di belakang Kantor
Dinas Peternakan Tingkat I Dili, perbatasan antara Kaikoli, Matadouro, Hudi Laran & Vila Verde. Malam bulan
purnama bulat penuh menerangi Kota Dili. Lalu terdengar teriakan nyaring seorang
pria dari arah Matadouro. Suara pria itu sebenarnya sudah sangat familiar
dengan warga sekitar. Pria paruh baya itu dikenal sedikit “tidak waras” dan
suka mabuk-mabukan. Biasanya suka minum
sampai mabuk di Mercado lama.
Pria itu dengan suara nyaring
meneriakkan umpatan sebagai-berikut; “So
so so so so….!!! Timor so, Indonesia so, Tentara so, Falintil so, Hansip so,
DPR so, Pegawai so, Eskolanan so. So so so so….!!!” Umpatan seperti ini
sering terdengar di saat pria itu mabuk dan ngomong sendirian sambil berjalan
sempoyongan di malam hari, pulang dari Mercado lama menuju rumahnya di Hudi
Laran Dili.
Tidak tahu bagaimana ceritanya, malam
itu, setelah terdengar suara pria itu, lalu tidak lama berselang, tiba-tiba
serombongan orang dari arah Matadouro dan Hudi Laran, sambil berlarian menuju
Asrama TNI Kompi C Yonif (Batalyon Infanteri) 744 Kaikoli (saat ini dikenal
dengan OBRIGADO, Bahasa Portugis yang artinya: terima-kasih), berteriak; Kaer kaer kaer kaer kaer kaer…..!!!! Naokten
naokten naokten naokten…..!!! Kaer naokten, kaer naokten kaer naokten, kaer naokten, kaer naokten…!!! Naokten naokten
naokten naokten naokten….!!! Kaer, kaer, kaer, kaer, kaer…..!!!”
Tiba-tiba Almarhum Bapa ku EBNJAMIN,
bangun dan keluar dari kamar sambil berteriak; “Bali bali bali bali bali bali…..!!!! Mata mata mata mata mata mata……!!!!
Mata bali, mata bali mata bali….!!! Suri suri suri suri suri…..!!! Anton Anton
Anton Anton Anton Anton….!!!! Suri Anton suri Anton suri Anton…..!!!
Teriakan Bapa, membangunkan kami
seisi rumah. Begitu saya keluar dari kamar, saya melihat Almarhum Bapa ku
Benjamin sudah memegang sebuah PEDANG PUSAKA. Saya mengatakan PEDANG PUSAKA,
karena PEDANG tersebut warisan leluhur turun-temurun. Pedang pusaka tersebut
hanya dikeluarkan pada saat-saat penting. Bapa ku pernah bercerita; “Bahwa
berdasarkan cerita leluhur kami, turun-temurun, dari mulut ke mulut, pedang
pusaka tersebut berasal dari salah satu Kerajaan yang sangat terkenal di
NUSANTARA pada jaman dulu”.
Konon, pada jaman dulu, terjadi
perebutan kekuasaan antara para Raja di salah satu Kerajaan yang sangat
terkenal di Nusantara. Lalu salah satu Raja yang saat itu sedang berkuasa,
digulingkan melalui kudeta. Lalu Raja itu (saya belum menyebutkan nama Raja itu
saat ini), mengungsi ke arah Timur Nusantara (saya menggunakan frasa NUSANTARA,
karena pada jaman dulu, belum dikenal dengan nama INDONESIA). Kita tinggalkan
dulu kisah Raja yang harus mengungsi ke arah Timur setelah dikudeta oleh
lawan-lawannya. Lain kali akan diteruskan mengenai kisah Raja ini.
Malam itu saya mengikuti Bapaku yang
sedang memegang Pedang Pusaka di tangannya, keluar bergabung dengan orang-orang
yang sudah ramai di luar sana, untuk mengejar orang dicurigai sebagai: NAOKTEN”. Begitu tiba di luar, saya
melihat kerumunan orang-orang yang sangat ramai.
Saat kami, saya bersama Bapa dan
sejumlah orang berjalan melewati depan pos jaga Asrama Kompi C Yonif 744
Kaikoli Dili, tiba-tiba seorang Anggota TNI yang sedang jaga, memanggil Bapaku.
Rupanya “pedang pusaka” yang dibawa Bapaku mengeluarkan sinar yang menyilaukan
mata Anggota TNI 744 yang sedang jaga saat itu. Sinar itu mungkin sinar bulan
purnama yang dipantulkan “pedang pusaka” tersebut. Tanggal
14 tiap bulan, biasanya ukuran bulan menjadi bulatan yang penuh dan sangat
terang.
Bapaku melangkah mendekati
Anggota TNI tersebut. Dan ternyata “pedang pusaka” tersebut “disita” Anggota
TNI yang sedang jaga malam itu. Alasannya, demi keamanan, “pedang pusaka” itu
disita dulu. Tetapi sang Anggota TNI itu berjanji; “Nanti akan dikembalikan setelah situasi aman”.
Bapaku malam itu berusaha keras untuk
mempertahankan pedang pusaka itu. Karena wasiat para leluhur, bahwa; “Pedang
pusaka itu tidak boleh diberikan atau dijual kepada siapapun dengan harga berapapun.
Karena merupakan PEDANG PUSAKA WARISAN KERAJAAN MASA LALU”. Tapi Anggota TNI
744 tersebut tetap ngotot menyita pedang pusaka tersebut. Akhirnya pedang
pusaka itu yang turun temurun, dimiliki keluarga kami, malam itu berpindah
tangan, dengan cara yang seperti itu.
Bapaku merasa sedih, marah,
bercampur aduk. Tapi sama sekali tidak berdaya, karena berhadapan dengan TNI. Akhirnya
kerumunan masyarakat malam itu, dibubarkan Anggota TNI 744 yang makin lama
makin banyak bermunculan. Saya dan Bapku kemudian pulang ke rumah. Kami tidak
menemukan orang yang dicurigai sebagai NAOKTEN. Sementara “pedang pusaka” berpindah tangan.
Setelah kembali ke rumah, malam
itu Bapaku tidak bisa tidur karena memikirkan pedang pusaka tersebut. Sementara
saya bisa kembali tidur, tidak terlalu pusing memikirkan pedang pusaka tersebut
karena, mungkin saya berada pada tahap usia yang terlalu sulit untuk memahami
hal-hal seperti itu.
Tapi justeru mulai malam itu, tanggal
14 Agustus 1985, saya secara terus-menerus, mendapatkan MIMPI BERANTAI. Semenjak
malam itu, selama hampir dua minggu penuh hingga akhir Agustus 1985, saya benar-benar
mengalami RANGKAIAN MIMPI yang aneh, yang sulit dijelaskan. Rangkaian mimpi aneh
itu seakan mengantar saya menembus ruang
dan waktu, hingga jauh ke masa depan.
Selang dua hari, tepatnya pada tanggal
16 Agustus 1985, saya bersama Bapaku kembali ke Asrama Kompi C 744 untuk
meminta pedang pusaka tersebut. Tapi dengan berbagai alasan, pedang tersebut
tidak bisa dikembalikan. Berkali-kali, saya dan Bapaku datang ke Asrama Kompi C
744 untuk meminta pedang pusaka tersebut, tapi hasilnya nihil. Alasan terakhir
yang disampaikan Anggota TNI tersebut, bahwa pedang tersebut telah diberikan
kepada DANKI (Komandan Kompi) 744
saat itu. Sampai detik ini pedang pusaka tersebut tidak pernah dikembalikan
oleh TNI (744) kepada keluarga kami.
Sebagaimana telah saya singgung
di atas, bahwa terhitung semenjak dini hari, 14 Agustus 1985, selama dua minggu
penuh, saya mengalami rangkaian mimpi yang aneh. Termasuk bermimpi mengenai
kemunculan para Presiden RI.
Berdasarkan mimpi aneh itulah,
pada tahun 2009, saat-saat menjelang Pilpres, saya mengedarkan naskah berseri
(3 seri) dengan judul; “PRESIDEN RI KE-7
TIDAK AKAN MUNCUL PADA PILPRES 2009”. Seri pertama diedarkan pada 13 Maret 2009. Seri kedua diedarkan
pada tanggal 9 April 2009. Dan seri
ketiga diedarkan pada 7 Juli 2009
(dua hari sebelum penyelenggaraan Pilpres).
Rangkaian mimpiku sangat panjang
untuk dikisahkan di sini. Mungkin saya akan bercerita secara bertahap. Karena itulah
artikel ini saya buat menjadi artikel berseri. Barangkali saya akan menuliskan
artikel ini, hingga memasuki hari H penyelenggaraan Pilpres untuk memunculkan
Presiden RI ke-7.
Misalnya, mimpiku yang sangat
aneh pada tanggal 16 Agustus 1985, setelah
saya dan Bapa pulang dari Asrama Kompi C 744, di mana kami gagal membawa pulang
pedang pusaka tersebut. Jika kita jumlahkan tanggal di mana saya bermimpi (16 Agustus 1985), akan mendapatkan
tahun 2009, tahun di mana pelaksanaan Pilpres berlangsung.
Caranya: tanggal 16 + bulan 8 (Agustus) + tahun 1985, hasilnya: 2009 (16+8+1985
= 2009). Bermodalkan mimpi 16 -8-1985 inilah, pada saat Pilpres 2009 akan
dilangsungkan, saya berani taruhan dengan sejumlah “Tokoh Spiritual” di Bali,
yang begitu yakin, akan muncul Presiden RI ke-7. Kalau saja saat itu saya kalah
taruhan, maka saya diharuskan menjalani pekerjaan sebagai CS (Cleaning Service), mencuci WC di Super
Market Matahari Denpasar, selama “555” hari tanpa gaji.
Atau misalnya, jika Anda membaca
artikel saya berjudul; “MENGAPA BERNAMA
FALINTIL? MENGAPA LAHIR PADA 20 AGUSTUS 1975?” Di sana saya menuliskan
bahwa pada saat FALINTIL berulang tahun yang ke-40 pada tahun 2015, dan pada saat yang bersamaan, usia Timor Leste juga
berumur 40 tahun, sesuatu yang sangat-sangat penting akan terjadi.
Dan pada saat yang bersamaan, Tetangga
kesayangan kita, INDONESIA, juga akan mengalami peristiwa penting, pada saat
usia NKRI memasuki 70 tahun pada tahun 2015. Saya menyampaikan hal ini, karena berdasarkan
mimpiku yang aneh, pada 22 Agustus 1985 (sebagai
salah satu referensi).
Jika kita jumlahkan tanggal 22 Agustus 1985, kita akan mendapatkan
hasil tahun 2015. Caranya: 22 + bulan 8 (AGustus) + tahun 1985 = 2015
(22+8+1985 = 2015). Pada tahun 2015, usia NKRI = 70 tahun dan usia Timor
Leste = 40 tahun (berdasarkan TANGGAL KEMERDEKAAN yang dianut Konstitusi Timor
Leste, yaitu; 28 November 1975).
Mengenai siapa Presiden RI ke-7,
jika memang Presiden RI ke-7 benar-benar akan muncul pada tahun 2014, maka saya
akan menjadikan mimpiku pada tanggal 21
Agustus 1985, sebagai salah satu referensi penting, tapi bukan satu-satunya
referensi. Artinya, selain mimpiku pada 21
Agustus 1985, yang akan dijadikan salah satu referensi, juga saya akan
jadikan mimpiku yang aneh, yang terjadi pada tanggal 4 JUNI 2004 di salah satu Hotel di MATARAM NTB (Nusa Tenggara
Barat), sebagai salah satu referensi untuk memastikan; “Siapa Presiden RI
ke-7 yang akan muncul pada tahun 2014? Dan saya tidak sedikitpun ragu untuk
mengatakan bahwa; “ID(entitas) Presiden RI ke-7 yang saya pastikan akan muncul
pada tahun 2014, di atas 2000% (dua ribu
persen) tidak akan meleset”.
Karena ternyata, baik mimpiku
tertanggal 21 Agustus 1985 di Dili
Timor-Timur, maupun mimpiku tertanggal 4
Juni 2004 di Mataram NTB, jika dijumlahkan, akan sama-sama menghasilkan
tahun 2014. Coba kita jumlahkan saja biar jelas. Tanggal 21 + bulang 8 (Agustus) + tahun 1985 = 2014 (21+8+1985 =2014). Demikian
pula; tanggal 4 + bulan 6 (Juni) + tahun
2004 = 2014 (4+6+2004 = 2014).
Di sini tampak keanehan yang
sulit difahami secara logika. Misalnya, pada Agustus 1985, di Dili Timor-Timur,
Bapaku BENJAMIN, meneriakkan kata SURI
berulang kali, sebagaimana telah saya kisahkan di atas. Rupanya frasa SURI ini, jika kita konversikan ke
dalam bilangan berdasarkan teori bilangan, yang dirumuskan oleh Prof. RAVINDRA KUMAR (ahli bilangan
abad 20 yang juga merupakan Guru Besar Ilmu Matematika pada South Pacific University, Suva Fiji), hasilnya sama dengan kata MATARAM, yaitu sama-sama menghasilkan bilangan “22 & 67”.
Dengan cara yang berbeda, saya
ingin katakana bahwa malam itu, Almarhum Bapaku Benjamin, seakan-akan
berteriak; “MATARAM, MATARAM, MATARAM, MATARAM, MATARAM…..!!!!”. Atau Bapaku seakan berteriak; UDAYANA UDAYANA UDAYANA UDAYANA.....!!! Kok UDAYANA?
UDAYANA adalah nama Universitas di mana saya pernah menyandang status sebagai mahasiswa. Kata UDAYANA (nama Universitas), juga menghasilkan “22 & 67” jika dikonversikan dengan cara yang sama. Jadi ada 3
simbol, yaitu: SURI, UDAYANA &
MATARAM, sama-sama menghasilkan bilangan: “22 & 67”. Karena
itulah, pada saat Bangsa Indonesia sedang merayakan usia (HUT) NKRI yang ke-67 pada tahun 2012 ini, saya mulai
menuliskan artikel berseri untuk mengangkat isu Presiden RI ke-7, yang mana
artikel ini akan terus saya tulis hingga memasuki hari H di mana akan
dilangsungkannya Pilpres untuk memunculkan Presiden RI ke-7. Begitu Presiden RI
ke-7 muncul, akan terjadi banyak peristiwa penting di Indonesia, yang
dampaknya, mau tidak mau, suka tidak suka, akan dirasakan oleh juga masyarakat
Timor Leste.
Bagaimana cara mengkonversikan
untuk membuktikan bahwa 3 frasa: SURI,
UDAYANA & MATARAM, sama-sama menghasilkan bilangan “22 & 67”? Silahkan Anda buka saja bukunya Prof. Ravindra Kumar. Buku tersebut beredar dalam dua versi, baik
yang edisi Bahasa Indonesia (berjudul: RAHASIA
DI BALIK ANGKA), maupun yang edisi Bahasa Inggris (berjudul: THE SECRET of NUMEROLOGY).
Saya tidak tahu pasti, apakah
buku tersebut masih beredar di pasaran atau tidak? Bagi yang berada di Timor Leste,
jika gagal menemukan buku Prof. RAVINDRA KUMAR, untuk mengetahui cara konversi,
Anda bisa melakukan kontak dengan temanku,
yang saya juluki sebagai: BANGSAWAN
MAUBARA YANG ASLI, yang merupakan salah satu Manager Airport Dili, Putera
Kandung: Saudozo Sebastiao Da Costa
Montalvao, yang dikenal dengan kode revolusioner: ADJUNTO LAIS/salah satu Tokoh utama FRETILIN/yang
dieksekusi/ditembak mati oleh TNI pada tahun 1979).
Saya menjulukinya sebagai;
BANGSAWAN MAUBARA karena dalam DARAH-nya
mengandung DARAH BIRU yang diwarisi dari
leluhurnya yang bernama; DOM JOSE DOS
SANTOS, RAJA MAUBARA. Jika Anda membaca sebuah buku
yang baru diterbitkan pada tahun 2011, oleh Diocesiana Baucau (Timor Leste), yang ditulis oleh Yang Mulia; Dom Carlos Filipe Ximenes Belo,SDB, mengenai
RAJA & KERAJAAN masa lalu di wilayah
Timor Portugis, maka begitu Anda
lacak RAJA MAUBARA, Anda akan
menemukan nama: Dom Jose Dos Santos, tertulis
dalam buku, hasil karya seorang tokoh dunia, Pemenang Nobel Perdamaian pada tahun 1996 (Dalam sejarah Gereja
Katolik Roma, Uskup BELO, merupakan
satu-satunya Imam Katolik Roma, yang
pertama kalinya dan masih merupakan satu-satunya Imam, yang memenangkan simbol bergengsi
tersebut, setidak-tidaknya hingga saat ini).
Temanku, Sang BANGSAWAN MAUBARA ini menguasai betul Ilmu Bilangan rumusan
Prof. Ravindra Kumar. Sementara untuk masyarakat yang ada di Indonesia, saya
rasa tidak terlalu sulit untuk menemukan buku Prof. Ravindra Kumar. Akan lebih
baik, baik mereka yang menggemari bilangan, selain Anda memiliki buku Prof.
Ravindra Kumar yang berjudul; RAHASIA DI
BALIK ANGKA, juga milikilah salah satu bukunya yang lain, yang sangat
menarik, berjudul; “NASIB, ILMU
PENGETAHUN & TUHAN”.
Saya hendak mengakhiri seri-3
artikel ini dengan memberikan komentar singkat sebagai-berikut;
“Berdasarkan MIMPI-MIMKU yang
aneh, saya ingin sekali mengatakan bahwa Bangsa Indonesia akan berkembang
menjadi sebuah bangsa besar di masa depan, yang sulit tertandingi, tetapi
dengan syarat utama: “Temukan PANGERAN
SURYA” sebelum Indonesia bergerak memasuki tahun 2020. Bagaimana jika Bangsa Indonesia gagal menemukan PANGERAN SURYA? Belum saatnya dibahas.Apakah PANGERAN SURYA sama dengan PANGERAN SABAT? Juga belum saatnya dibahas. Masih banyak waktu.
Bagaimana caranya untuk menemukan
“PANGERAN SURYA?” Belum saatnya
dibahas pada kesempatan ini. Toh, artikel ini baru memasuki seri-3. Masih lama waktunya
untuk menuju penyelenggaraan Pilpres berikutnya yang akan memunculkan Presiden
RI ke-7. Juga masih lama waktunya menuju tahun 2020.
Tapi sekadar catatan akhir pada
seri ke-3 ini, saya merasa tertarik untuk menampilkan tanggal Kemerdekaan Timor
Leste berdasarkan Konstitusi Timor Leste (28
November 1975) dan tanggal lahirnya RENETIL
pada 20 Juni 1988. Kedua tanggal
bersejarah ini, kalau dijumlahkan, sama-sama menghasilkan TAHUN 2014, yang
kemudian jika diperkecil menjadi angka tunggal, akan menghasilkan angka 7.
Tanggal Kemerdekaan Timor Leste: 28 + bulan 11 (November) +
tahun 1975 = 2014 (28 + 11 + 1975 = 2014). Kemudian tanggal kelahiran RENETIL:
20 + bulan 6 (Juni) + tahun 1988 = 2014
(20+6+1988 = 2014). Jika tahun 2014 dijumlahkan hingga angka tunggal
hasilnya: 7 (2+0+1+4=7). Apa arti ini semua? Artinya adalah bahwa; “Presiden RI
ke-7, adalah: bla…bla…bala (belum saatnya dibahas di sini, pada saat ini). Orang
bijak berkata; “Setiap kisah ada
masanya. Setiap masa ada kisahnya”.
BERSAMBUNG