Wednesday, August 22, 2012

SIAPAKAH PRESIDEN RI KE-7? MILITER ATAU SIPIL? PRIA ATAU WANITA? (seri: 3)

"Masa Depan NKRI & Pangeran Sabat"

Hari ini, 22 Agustus 2012. Berdasarkan Kalender Liturgis Gereja Katolik Roma, setiap tanggal 22 Agustus, dirayakan sebagai Hari Bunda Maria menjadi RATU. Mudah-mudahan artikel seri-3 ini, yang saya tulis pada Hari Raya Bunda Suci perawan Maria, diberkati Bunda Perawan Maria. Semoga…!!!

Salah satu referensi yang menjadi dasar bagi saya untuk memastikan bahwa pada Pilpres 2009 tidak akan muncul Presiden RI ke-7 dan juga referensi yang menjadi landasan bagi saya untuk memastikan siapa Presiden RI ke-7, karena berdasarkan kisah aneh di bawah ini yang terjadi pada tahun 1985 (27 tahun yang lalu). Saya yakin di antara Anda yang membaca artikel ini, pada saat itu (tahun 1985) pasti belum lahir. Saya sendiri saat itu baru mulai belajar bagaimana menggunakan “underwear” yang benar. 

Pada tahun 1985, di Timor-Timur santer beredar isu mengenai “penculikan anak”. Konon anak-anak itu diculik untuk dipenggal kepalanya guna dijadikan “tumbal” bagi pembangunan fondasi “Jembatan LOES” di Kabupaten Bobonaro (salah satu Kabupaten di sebelah Barat Timor-Timur). 

Banyak orang bercerita, bahwa menurut para orang tua, konon, agar sebuah bangunan besar, misalnya gedung bertingkat atau jembatan besar bisa berdiri kokoh dan bertahan lama, membutuhkan “tumbal” berupa kepala anak-anak yang belum pernah berbuat berdosa, yang harus dipenggal kepalanya dan kepala anak-anak itu dikubur di fondasi di mana bangunan besar tersebut akan dibangun.  

Pada 14 Agustus 1985, keluarga kami tinggal tepat di belakang Kantor Dinas Peternakan Tingkat I Dili, perbatasan antara Kaikoli, Matadouro, Hudi Laran & Vila Verde. Malam bulan purnama bulat penuh menerangi Kota Dili. Lalu terdengar teriakan nyaring seorang pria dari arah Matadouro. Suara pria itu sebenarnya sudah sangat familiar dengan warga sekitar. Pria paruh baya itu dikenal sedikit “tidak waras” dan suka mabuk-mabukan.  Biasanya suka minum sampai mabuk di Mercado lama. 

Pria itu dengan suara nyaring meneriakkan umpatan sebagai-berikut; “So so so so so….!!! Timor so, Indonesia so, Tentara so, Falintil so, Hansip so, DPR so, Pegawai so, Eskolanan so. So so so so….!!!” Umpatan seperti ini sering terdengar di saat pria itu mabuk dan ngomong sendirian sambil berjalan sempoyongan di malam hari, pulang dari Mercado lama menuju rumahnya di Hudi Laran Dili.

Tidak tahu bagaimana ceritanya, malam itu, setelah terdengar suara pria itu, lalu tidak lama berselang, tiba-tiba serombongan orang dari arah Matadouro dan Hudi Laran, sambil berlarian menuju Asrama TNI Kompi C Yonif (Batalyon Infanteri) 744 Kaikoli (saat ini dikenal dengan OBRIGADO, Bahasa Portugis yang artinya: terima-kasih), berteriak; Kaer kaer kaer kaer kaer kaer…..!!!! Naokten naokten naokten naokten…..!!! Kaer naokten, kaer naokten kaer naokten,  kaer naokten, kaer naokten…!!! Naokten naokten naokten naokten naokten….!!! Kaer, kaer, kaer, kaer, kaer…..!!!” 

Tiba-tiba Almarhum Bapa ku EBNJAMIN, bangun dan keluar dari kamar sambil berteriak; “Bali bali bali bali bali bali…..!!!! Mata mata mata mata mata mata……!!!! Mata bali, mata bali mata bali….!!! Suri suri suri suri suri…..!!! Anton Anton Anton Anton Anton Anton….!!!! Suri Anton suri Anton suri Anton…..!!!

Teriakan Bapa, membangunkan kami seisi rumah. Begitu saya keluar dari kamar, saya melihat Almarhum Bapa ku Benjamin sudah memegang sebuah PEDANG PUSAKA. Saya mengatakan PEDANG PUSAKA, karena PEDANG tersebut warisan leluhur turun-temurun. Pedang pusaka tersebut hanya dikeluarkan pada saat-saat penting. Bapa ku pernah bercerita; “Bahwa berdasarkan cerita leluhur kami, turun-temurun, dari mulut ke mulut, pedang pusaka tersebut berasal dari salah satu Kerajaan yang sangat terkenal di NUSANTARA pada jaman dulu”. 

Konon, pada jaman dulu, terjadi perebutan kekuasaan antara para Raja di salah satu Kerajaan yang sangat terkenal di Nusantara. Lalu salah satu Raja yang saat itu sedang berkuasa, digulingkan melalui kudeta. Lalu Raja itu (saya belum menyebutkan nama Raja itu saat ini), mengungsi ke arah Timur Nusantara (saya menggunakan frasa NUSANTARA, karena pada jaman dulu, belum dikenal dengan nama INDONESIA). Kita tinggalkan dulu kisah Raja yang harus mengungsi ke arah Timur setelah dikudeta oleh lawan-lawannya. Lain kali akan diteruskan mengenai kisah Raja ini.

Malam itu saya mengikuti Bapaku yang sedang memegang Pedang Pusaka di tangannya, keluar bergabung dengan orang-orang yang sudah ramai di luar sana, untuk mengejar orang dicurigai sebagai: NAOKTEN”. Begitu tiba di luar, saya melihat kerumunan orang-orang yang sangat ramai. 

Saat kami, saya bersama Bapa dan sejumlah orang berjalan melewati depan pos jaga Asrama Kompi C Yonif 744 Kaikoli Dili, tiba-tiba seorang Anggota TNI yang sedang jaga, memanggil Bapaku. Rupanya “pedang pusaka” yang dibawa Bapaku mengeluarkan sinar yang menyilaukan mata Anggota TNI 744 yang sedang jaga saat itu. Sinar itu mungkin sinar bulan purnama yang dipantulkan “pedang pusaka” tersebut.   Tanggal 14 tiap bulan, biasanya ukuran bulan menjadi bulatan yang penuh dan sangat terang. 

Bapaku melangkah mendekati Anggota TNI tersebut. Dan ternyata “pedang pusaka” tersebut “disita” Anggota TNI yang sedang jaga malam itu. Alasannya, demi keamanan, “pedang pusaka” itu disita dulu. Tetapi sang Anggota TNI itu berjanji; “Nanti akan dikembalikan setelah situasi aman”.

Bapaku malam itu berusaha keras untuk mempertahankan pedang pusaka itu. Karena wasiat para leluhur, bahwa; “Pedang pusaka itu tidak boleh diberikan atau dijual kepada siapapun dengan harga berapapun. Karena merupakan PEDANG PUSAKA WARISAN KERAJAAN MASA LALU”. Tapi Anggota TNI 744 tersebut tetap ngotot menyita pedang pusaka tersebut. Akhirnya pedang pusaka itu yang turun temurun, dimiliki keluarga kami, malam itu berpindah tangan, dengan cara yang seperti itu. 

Bapaku merasa sedih, marah, bercampur aduk. Tapi sama sekali tidak berdaya, karena berhadapan dengan TNI. Akhirnya kerumunan masyarakat malam itu, dibubarkan Anggota TNI 744 yang makin lama makin banyak bermunculan. Saya dan Bapku kemudian pulang ke rumah. Kami tidak menemukan orang yang dicurigai sebagai NAOKTEN.  Sementara “pedang pusaka” berpindah tangan.

Setelah kembali ke rumah, malam itu Bapaku tidak bisa tidur karena memikirkan pedang pusaka tersebut. Sementara saya bisa kembali tidur, tidak terlalu pusing memikirkan pedang pusaka tersebut karena, mungkin saya berada pada tahap usia yang terlalu sulit untuk memahami hal-hal seperti itu.

Tapi justeru mulai malam itu, tanggal 14 Agustus 1985, saya secara terus-menerus, mendapatkan MIMPI BERANTAI. Semenjak malam itu, selama hampir dua minggu penuh hingga akhir Agustus 1985, saya benar-benar mengalami RANGKAIAN MIMPI yang aneh, yang sulit dijelaskan. Rangkaian mimpi aneh itu seakan mengantar saya menembus ruang dan waktu, hingga jauh ke masa depan.

Selang dua hari, tepatnya pada tanggal 16 Agustus 1985, saya bersama Bapaku kembali ke Asrama Kompi C 744 untuk meminta pedang pusaka tersebut. Tapi dengan berbagai alasan, pedang tersebut tidak bisa dikembalikan. Berkali-kali, saya dan Bapaku datang ke Asrama Kompi C 744 untuk meminta pedang pusaka tersebut, tapi hasilnya nihil. Alasan terakhir yang disampaikan Anggota TNI tersebut, bahwa pedang tersebut telah diberikan kepada DANKI (Komandan Kompi) 744 saat itu. Sampai detik ini pedang pusaka tersebut tidak pernah dikembalikan oleh TNI (744) kepada keluarga kami. 

Sebagaimana telah saya singgung di atas, bahwa terhitung semenjak dini hari, 14 Agustus 1985, selama dua minggu penuh, saya mengalami rangkaian mimpi yang aneh. Termasuk bermimpi mengenai kemunculan para Presiden RI. 

Berdasarkan mimpi aneh itulah, pada tahun 2009, saat-saat menjelang Pilpres, saya mengedarkan naskah berseri (3 seri) dengan judul; “PRESIDEN RI KE-7 TIDAK AKAN MUNCUL PADA PILPRES 2009”. Seri pertama diedarkan pada 13 Maret 2009. Seri kedua diedarkan pada tanggal 9 April 2009. Dan seri ketiga diedarkan pada 7 Juli 2009 (dua hari sebelum penyelenggaraan Pilpres). 

Rangkaian mimpiku sangat panjang untuk dikisahkan di sini. Mungkin saya akan bercerita secara bertahap. Karena itulah artikel ini saya buat menjadi artikel berseri. Barangkali saya akan menuliskan artikel ini, hingga memasuki hari H penyelenggaraan Pilpres untuk memunculkan Presiden RI ke-7. 

Misalnya, mimpiku yang sangat aneh pada tanggal 16 Agustus 1985, setelah saya dan Bapa pulang dari Asrama Kompi C 744, di mana kami gagal membawa pulang pedang pusaka tersebut. Jika kita jumlahkan tanggal di mana saya bermimpi (16 Agustus 1985), akan mendapatkan tahun 2009, tahun di mana pelaksanaan Pilpres berlangsung.

Caranya: tanggal 16 + bulan 8 (Agustus) + tahun 1985, hasilnya: 2009 (16+8+1985 = 2009). Bermodalkan mimpi 16 -8-1985 inilah, pada saat Pilpres 2009 akan dilangsungkan, saya berani taruhan dengan sejumlah “Tokoh Spiritual” di Bali, yang begitu yakin, akan muncul Presiden RI ke-7. Kalau saja saat itu saya kalah taruhan, maka saya diharuskan menjalani pekerjaan sebagai CS (Cleaning Service), mencuci WC di Super Market Matahari Denpasar, selama “555” hari tanpa gaji.  

Atau misalnya, jika Anda membaca artikel saya berjudul; “MENGAPA BERNAMA FALINTIL? MENGAPA LAHIR PADA 20 AGUSTUS 1975?” Di sana saya menuliskan bahwa pada saat FALINTIL berulang tahun yang ke-40 pada tahun 2015, dan pada saat yang bersamaan, usia Timor Leste juga berumur 40 tahun, sesuatu yang sangat-sangat penting akan terjadi. 

Dan pada saat yang bersamaan, Tetangga kesayangan kita, INDONESIA, juga akan mengalami peristiwa penting, pada saat usia NKRI memasuki 70 tahun pada tahun 2015. Saya menyampaikan hal ini, karena berdasarkan mimpiku yang aneh, pada 22 Agustus 1985 (sebagai salah satu referensi).  

Jika kita jumlahkan tanggal 22 Agustus 1985, kita akan mendapatkan hasil tahun 2015. Caranya: 22 + bulan 8 (AGustus) + tahun 1985 = 2015 (22+8+1985 = 2015). Pada tahun 2015, usia NKRI = 70 tahun dan usia Timor Leste = 40 tahun (berdasarkan TANGGAL KEMERDEKAAN yang dianut Konstitusi Timor Leste, yaitu; 28 November 1975).

Mengenai siapa Presiden RI ke-7, jika memang Presiden RI ke-7 benar-benar akan muncul pada tahun 2014, maka saya akan menjadikan mimpiku pada tanggal 21 Agustus 1985, sebagai salah satu referensi penting, tapi bukan satu-satunya referensi. Artinya, selain mimpiku pada 21 Agustus 1985, yang akan dijadikan salah satu referensi, juga saya akan jadikan mimpiku yang aneh, yang terjadi pada tanggal 4 JUNI 2004 di salah satu Hotel di MATARAM NTB (Nusa Tenggara Barat), sebagai salah satu referensi untuk memastikan; “Siapa Presiden RI ke-7 yang akan muncul pada tahun 2014? Dan saya tidak sedikitpun ragu untuk mengatakan bahwa; “ID(entitas) Presiden RI ke-7 yang saya pastikan akan muncul pada tahun 2014, di atas 2000% (dua ribu persen) tidak akan meleset”. 

Karena ternyata, baik mimpiku tertanggal 21 Agustus 1985 di Dili Timor-Timur, maupun mimpiku tertanggal 4 Juni 2004 di Mataram NTB, jika dijumlahkan, akan sama-sama menghasilkan tahun 2014. Coba kita jumlahkan saja biar jelas. Tanggal 21 + bulang 8 (Agustus) + tahun 1985 = 2014 (21+8+1985 =2014). Demikian pula; tanggal 4 + bulan 6 (Juni) + tahun 2004 = 2014 (4+6+2004 = 2014). 

Di sini tampak keanehan yang sulit difahami secara logika. Misalnya, pada Agustus 1985, di Dili Timor-Timur, Bapaku BENJAMIN, meneriakkan kata SURI berulang kali, sebagaimana telah saya kisahkan di atas. Rupanya frasa SURI ini, jika kita konversikan ke dalam bilangan berdasarkan teori bilangan, yang dirumuskan oleh Prof. RAVINDRA KUMAR (ahli bilangan abad 20 yang juga merupakan Guru Besar Ilmu Matematika pada South Pacific University, Suva Fiji),  hasilnya sama dengan kata MATARAM, yaitu sama-sama menghasilkan bilangan “22 & 67”.

Dengan cara yang berbeda, saya ingin katakana bahwa malam itu, Almarhum Bapaku Benjamin, seakan-akan berteriak; “MATARAM, MATARAM, MATARAM, MATARAM, MATARAM…..!!!!”. Atau Bapaku seakan berteriak; UDAYANA UDAYANA UDAYANA UDAYANA.....!!! Kok UDAYANA?

UDAYANA adalah nama Universitas di mana saya pernah menyandang status sebagai mahasiswa. Kata UDAYANA (nama Universitas), juga menghasilkan “22 & 67” jika dikonversikan dengan cara yang sama. Jadi ada 3 simbol, yaitu: SURI, UDAYANA & MATARAM, sama-sama menghasilkan bilangan: “22 & 67”.  Karena itulah, pada saat Bangsa Indonesia sedang merayakan usia (HUT) NKRI yang ke-67 pada tahun 2012 ini, saya mulai menuliskan artikel berseri untuk mengangkat isu Presiden RI ke-7, yang mana artikel ini akan terus saya tulis hingga memasuki hari H di mana akan dilangsungkannya Pilpres untuk memunculkan Presiden RI ke-7. Begitu Presiden RI ke-7 muncul, akan terjadi banyak peristiwa penting di Indonesia, yang dampaknya, mau tidak mau, suka tidak suka, akan dirasakan oleh juga masyarakat Timor Leste. 


Bagaimana cara mengkonversikan untuk membuktikan bahwa 3 frasa: SURI, UDAYANA & MATARAM, sama-sama menghasilkan bilangan “22 & 67”? Silahkan Anda buka saja bukunya Prof. Ravindra Kumar. Buku tersebut beredar dalam dua versi, baik yang edisi Bahasa Indonesia (berjudul: RAHASIA DI BALIK ANGKA), maupun yang edisi Bahasa Inggris (berjudul: THE SECRET of NUMEROLOGY). 

Saya tidak tahu pasti, apakah buku tersebut masih beredar di pasaran atau tidak? Bagi yang berada di Timor Leste, jika gagal menemukan buku Prof. RAVINDRA KUMAR, untuk mengetahui cara konversi,  Anda bisa melakukan kontak dengan temanku, yang saya juluki sebagai: BANGSAWAN MAUBARA YANG ASLI, yang merupakan salah satu Manager Airport Dili, Putera Kandung: Saudozo Sebastiao Da Costa Montalvao, yang dikenal dengan kode revolusioner: ADJUNTO LAIS/salah satu Tokoh utama FRETILIN/yang dieksekusi/ditembak mati oleh TNI pada tahun 1979).
 
Saya menjulukinya sebagai; BANGSAWAN MAUBARA karena dalam DARAH-nya mengandung DARAH BIRU yang diwarisi dari leluhurnya yang bernama; DOM JOSE DOS SANTOS, RAJA MAUBARA. Jika Anda membaca sebuah buku yang baru diterbitkan pada tahun 2011, oleh Diocesiana Baucau (Timor Leste), yang ditulis oleh Yang Mulia; Dom Carlos Filipe Ximenes Belo,SDB, mengenai RAJA & KERAJAAN masa lalu di wilayah Timor Portugis, maka begitu Anda lacak RAJA MAUBARA, Anda akan menemukan nama: Dom Jose Dos Santos, tertulis dalam buku, hasil karya seorang tokoh dunia, Pemenang Nobel Perdamaian pada tahun 1996 (Dalam sejarah Gereja Katolik Roma, Uskup BELO, merupakan satu-satunya Imam Katolik Roma, yang pertama kalinya dan masih merupakan satu-satunya Imam, yang memenangkan simbol bergengsi tersebut, setidak-tidaknya hingga saat ini). 

Temanku, Sang BANGSAWAN MAUBARA ini menguasai betul Ilmu Bilangan rumusan Prof. Ravindra Kumar. Sementara untuk masyarakat yang ada di Indonesia, saya rasa tidak terlalu sulit untuk menemukan buku Prof. Ravindra Kumar. Akan lebih baik, baik mereka yang menggemari bilangan, selain Anda memiliki buku Prof. Ravindra Kumar yang berjudul; RAHASIA DI BALIK ANGKA, juga milikilah salah satu bukunya yang lain, yang sangat menarik, berjudul; “NASIB, ILMU PENGETAHUN & TUHAN”.
 
Saya hendak mengakhiri seri-3 artikel ini dengan memberikan komentar singkat sebagai-berikut;

“Berdasarkan MIMPI-MIMKU yang aneh, saya ingin sekali mengatakan bahwa Bangsa Indonesia akan berkembang menjadi sebuah bangsa besar di masa depan, yang sulit tertandingi, tetapi dengan syarat utama: “Temukan PANGERAN SURYA” sebelum Indonesia bergerak memasuki tahun 2020. Bagaimana jika Bangsa Indonesia gagal menemukan PANGERAN SURYA? Belum saatnya dibahas.Apakah PANGERAN SURYA sama dengan PANGERAN SABAT? Juga belum saatnya dibahas. Masih banyak waktu.

Bagaimana caranya untuk menemukan “PANGERAN SURYA?” Belum saatnya dibahas pada kesempatan ini. Toh, artikel ini baru memasuki seri-3. Masih lama waktunya untuk menuju penyelenggaraan Pilpres berikutnya yang akan memunculkan Presiden RI ke-7. Juga masih lama waktunya menuju tahun 2020

Tapi sekadar catatan akhir pada seri ke-3 ini, saya merasa tertarik untuk menampilkan tanggal Kemerdekaan Timor Leste berdasarkan Konstitusi Timor Leste (28 November 1975) dan tanggal lahirnya RENETIL pada 20 Juni 1988. Kedua tanggal bersejarah ini, kalau dijumlahkan, sama-sama menghasilkan TAHUN 2014, yang kemudian jika diperkecil menjadi angka tunggal, akan menghasilkan angka 7. 

Tanggal Kemerdekaan Timor Leste: 28 + bulan 11 (November) + tahun 1975 = 2014 (28 + 11 + 1975 = 2014). Kemudian tanggal kelahiran RENETIL: 20 + bulan 6 (Juni) + tahun 1988 = 2014 (20+6+1988 = 2014). Jika tahun 2014 dijumlahkan hingga angka tunggal hasilnya: 7 (2+0+1+4=7). Apa arti ini semua? Artinya adalah bahwa; “Presiden RI ke-7, adalah: bla…bla…bala (belum saatnya dibahas di sini, pada saat ini). Orang bijak berkata; “Setiap kisah ada masanya. Setiap masa ada kisahnya”.   


BERSAMBUNG   


No comments:

Post a Comment