Saya baru saja menerima informasi (via SMS dari salah satu mahasiswa FKM UNPAZ) bahwa nilai FISIKA KESEHATAN untuk mahasiswa FKM Angkatan 2010 (dan mahasiswa FKM angkatan sebelumnya yang memprogram ulang mata kuliah FISIKA KESEHATAN), akan diambil alih dan ditetapkan oleh Pimpinan Fakultas.
Jika informasi ini benar, saya syukuri saja, agar dengan demikian saya tidak perlu lagi repot-repot mengurus nilai Fisika Kesehatan dari sekitar 500-an mahasiswa (9 kelas paralel).
Tapi yang menjadi pertanyaan bagi saya adalah; "Atas dasar apa Pimpinan Fakultas (FKM) UNPZ menetapkan nilai mahasiswa? Apakah mahasiswa telah diminta mem-program ulang?" Atau Pimpinan Fakultas hanya menciptakan nilai dalam tanda kutip, tapi tanpa mewajibkan mahasiswa memprogram mata kuliah Fisika Kesehatan? Jika cara ini yang ditempuh, akan menjadi satu perseden yang kurang baik.
Dari ukuran norma-norma pendidikan, apakah dapat dibenarkan, sebuah Lembaga Pendidikan Terhormat, mengadakan nilai mahasiswa, dari tidak ada menjadi ada, tanpa berdasarkan kepada hasil pencapaian dari mahasiswa yang bersangkutan?
Mengenai nilai Fisika Kesehatan Mahasiswa FKM Angkatan 2010 (ditambah dengan belasan mahasiswa angkatan sebelumnya yang memprogram ulang mata kuliah Fisika Kesehatan), belum bisa saya umumkan, karena kami (saya sebagai dosen dan para mahasiswa) terikat pada "aturan main" yang sudah menjadi kesepakatan bersama. Yaitu bahwa, saya tidak akan mengumumkan nilai Fisika Kesehatan, jika mahasiswa "BELUM MENYELESAIKAN TUGAS" yang jauh-jauh hari telah saya berikan kepada mereka.
Tugasnya tidak terlalu sulit. Tiap kelas dibagi dalam 4 grup. Masing-masing grup membuat satu makalah. Satu grup membuat makalah mengenai "teori IZAAC NEWTON dan hubungannya dengan kesehatan". Satu grup membuat makalah mengenai "teori GALILEO GALILEI dan hubungannya dengan kesehatan". Satu grup lagi membuat makalah mengenai "teori ARCHIMEDES dan hubungannya dengan kesehatan". Dan grup satu lagi membuat makalah mengenai "teori WILLIAM HARVEY dan hubungannya dengan kesehatan".
Setelah makalahnya beres, akan diplenokan di tiap kelas. Tapi sampai saya kembali ke Bali, belum ada satu grup pun yang mampu menyelesaikan tugas tersebut di atas. Saya melihat adanya kesulitan mahasiswa dalam hal menulis karya-karya ilmiah, yang dikarenakan kurangnya pembinaan dalam hal menulis karya-karya ilmiah. Jadi bukan total kesalahan mereka. Kesulitan lainnya adalah "penguasaan Bahasa Melayu-Indonesia" yang belum memadai, yang juga bukan karena dosa mereka, melainkan diakibatkan mereka adalah generasi transisi yang penuh dengan guncangan, akibat perubahan & penerapan sistim yang tidak gradual".
Misalnya ketika mereka duduk di bangku SD, SMP & SMU, situasi politik di Timor Leste sama sekali tidak kondusif untuk menghadirkan atmosfir yang baik dan ideal bagi keberlangsungan proses belajar mengajar. Akibatnya, baik guru-gurnya maupun murid-muridnya, mengajar dan belajar apa adanya. Maka begitu mereka memasuki tahap pendidikan yang lebih tinggi (Universitas dan atau Institut), baru di sana kelihatan.
Ketika saya ditetapkan Pimpinan Fakultas untuk menjadi salah satu "Dosen Pembimbing Skripsi", saya menemukan masalah besar yang kiranya membutuhkan pembenahan serius. Ada baiknya Pimpinan Universitas dan atau Fakultas, perlu memikirkan untuk mengadakan satu program yang berkesinambungan, bagaimana membimbing mahasiswa secara gradual (bertahap) mulai dari saat mahasiswa di Semester pertama dan seterusnya, untuk membiasakan diri belajar dan menerapkan cara atau metode menulis karya-karya ilmiah yang baik dan benar, sesuai dengan standar-standar sudah baku.
Dengan demikian, diharapkan, pada semester akhir, mahasiswa tidak lagi "gagap" untuk menulis karya ilmiah yang berkwalitas. Karena mereka sudah memiliki modal yang cukup. Jika tidak, maka apa yang terjadi? Mahasiswa akhir, akan menulis satu karya ilmiah (SKRIPSI), yang asal-asalan. Ya, asal jadi-lah. Dosen Pembimbing Skripsi itu sendiri ikut "pusing tujuh keliling". Apakah dia harus mengajari mahasiswa mengenai BAHASA MELAYU-INDONESIA yang baik dan benar (referensinya EYD = Ejaan Yang Disempurnakan) atau dia hanya fokus membimbing isu yang menjadi pokok (substansi) materi yang berkaitan dengan Skripsi?
Menulis karya ilmiah yang baik, yang ideal, yang berkwalitas, yang memenuhi kaidah-kaidah penulisan karya ilmiah yang telah baku, bukan sekadar membalikkan telapak tangan, seperti saya menulis dan berkoar-koar di blog ini. Atau di FB saya RAMA CRISTO. Karya ilmiah itu akan dibaca banyak orang. Dan karya ilmiah seorang mahasiswa yang dinamakan SKRIPSI, juga ikut mencerminkan "kwalitas sebuah Lembaga Pendidikan". Karena akan berlaku hukum; "BUAH JATUH TIDAK AKAN JAUH DARI POHONNYA".
Kita kembali kepada isu NILAI FISIKA KESEHATAN Mahasiswa FKM UNPAZ. Jika informasi yang saya terima (melalui SMS beberapa menit yang lalu) adalah benar, bahwa Pimpinan Fakultas lah yang akan menetapkan nilai Fisika Kesehatan mahasiswa 9 kelas (paralel), ya saya tidak memiliki kompetensi untuk melakukan intervensi. Itu adalah sepenuhnya wewenang Pimpinan Fakultas.
Tapi yang menjadi pertanyaan bagi saya adalah; "Apakah dibenarkan, Pimpinan Fakultas menetapkan nilai mahasiswa tanpa alasan-alasan yang dapat dipertanggung-jawabkan. Demikian yang bisa saya sampaikan Terima-kasih atas segala kerja samanya yang baik. TUHAN YESUS memberkati.
Denpasar Bali Indonesia, 10 Agustus 2012.
Catatan Kaki:
Artikel ini saya sharing ke wall FB PD II FKM UNPAZ.
No comments:
Post a Comment